
KUDIS
(Kurang Disiplin)
Kring…kring…kring…, sebuah benda bulat berdering yang menandakan saatnya Ajeng bangun untuk pergi ke sekolah dan memulai harinya.
Ajeng Cahyaningrum gadis asal Indramayu yang kini sekolah di tatar Sunda yaitu di Majalengka tepatnya di SMKN 1 KERTAJATI. Ia memiliki paras cantik rupawan dengan kulitnya yang eksotis dan kemampuan berbicara didepan umum dengan mumpuni. namun, dibalik itu ada kebiasaan yang sulit untuk Ajeng tinggalkan yaitu “kebo”.
“Ah, apa sih berisik pisan, ganggu sing lagi ngimpi bae, sedelat maning 5 menit bae!” Ucap Ajeng yang terbangun karena jam beker itu.
Alih-alih bangun dan bergegas mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah, Ajeng malah asyik menyambung mimpinya itu. Bahkan, kini ia tertidur kian lelap hingga mendengkur. Sampai tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 06:30. Hingga tiba-tiba..
“Ajeng Cahyaningrum Binti Bambang Suprianto”
Terdengar suara yang sangat kencang dan keras yang membuat Ajeng terbangun dari tidur lelapnya itu. Sontak Ajeng langsung terbangun dan berdiri menghadap sosok itu. Tak lain dan tak bukan sosok itu adalah ibunya sendiri yaitu ibu Ratih.
“Ira iku anak wadon, tangi kok awan bae, mana gage adus!” Ucap bu Ratih dengan nada marah kepada anaknya itu.
“Siap, ibu negara.” Balas Ajeng sembari berlari mengambil handuk yang tergantung didinding.
“Gyur..Gyurr..Gyurr..” Terdengar suara air membasuh tubuh Ajeng. Ajeng mandi dengan sangat cepat, terhitung hanya 3 menit dan bisa dibilang ia mandi kadal. Entah ia gosok gigi atau tidak yang penting kena air saja, mungkin itu prinsipnya.
Selepasi mandi dan berpakaian, Ajeng terburu-buru memasukkan jadwal pelajaran hari ini. Ia memasukkan buku tanpa melihat judul bukunya terlebih dahulu. Bukan hanya itu, kaos kaki yang Ajeng gunakan pun Bandung-Jakarta, kanan putih dan kiri hitam. Ia mengambil apa saja yang dekat dengannya.
“Kiin apa maning? kasut beda sebelah. Kanan putih, kiri ireng. Ya wis lah sing penting nganggo.” ucap Ajeng yang kesal akan kaos kakinya itu.
Selepas selesai berurusan dengan kaos kaki dan mengenakan sepatu, Ajeng berpamitan kepada Ibu Ratih dan mengendarai sepeda motornya. Ajeng memberi nama motornya dengan nama si Biru. Padahal, jelas motor Ajeng berwarna Merah. Memang ada-ada saja gadis satu ini.
Dengan sisa waktu yang ia punya, kira-kira lima menit. Ajeng memutuskan untuk memaksimalkan kecepatan si Biru. Si Biru dikendarai oleh Ajeng dengan kecepatan sangat tinggi. Bahkan, tangan Ajeng sendiri mulai membeku dan wajahnya tak karuan diterjang angin pagi.
“Apa bae tak lakuaken demi bli olih point terlambat.” ucap Ajeng bergerutu sambil terus menancap gas pada si Biru.
Hingga akhirnya Ajeng sampai di sekolah tepat waktu. Ajeng yang biasanya mampir ke kantin setiap datang ke sekolah, kini ia mengurungkan niatnya karena dari awal hingga akhir jam pelajaran adalah guru killer katanya.
“Nasib-nasib, sekiin kita laper bli bisa meng kantin maning, Gurune pada killer.”
Dengan mimik muka kesal, Ajeng terus berjalan melewati kantin menuju ke kelasnya.
“TUGAS NOMOR 13 APA JAWABANNYA”
“HAH! JAWABANNYA APAA??”
Terdengar suara kegaduhan dalam kelas Ajeng. Tak lain lagi, kericuhan ini disebabkan oleh PR yang belum selesai.
“Pasti kiin kelakuan grup slebew, belum ngerjaiin tugas.” Ucap Ajeng sembari melangkah ke dalam kelas.
Grup slebew ini adalah sebutan untuk empat orang sekawan yaitu Kencana, Lilis, Risma, dan Ajeng sendiri. Empat orang ini merupakan bandar membuat onar di kelas.
“Kalian ribut kenapa? Pasti belum ngerjain PR kan?” Ucap Ajeng bertanya pada grup slebew itu.
“Hehee tau aja, mau ngasih nyontek ga?” Ucap ketiga sekawannya itu.
“Enak aja, usaha sendiri dong. Aku aja begadang sampe subuh makanya sekarang terlambat.” Ucap Ajeng sembari sedikit kesal.
“Siap bu Ajeng, kami akan berusaha sendiri!!” Ucap tiga sekawan itu dengan nada semangat.
Tingg…Tingg…Tingg…, bel berdenting menandakan dimulainya jam pelajaran pertama. Pada jam pelajaran pertama ini adalah pelajaran Bahasa Sunda. Pelajaran Bahasa Sunda ini kurang disukai Ajeng, sebab ia belum paham betul akan Bahasa Sunda.
“Sadayana atos ngerjakeun pancen 5??” Ucap bu Lia, guru Bahasa Sunda.
“Atos bu” Seru seluruh kelas.
“Cing, cuang ibu periksa sadayananya, dikawitan ku Ajeng Cahyaningrum mangga kapayun candak bukuna!”. Ucap bu Lia kepada murid-muridnya itu.
“Duh, mana ya buku Bahasa Sunda? Perasaan udah dimasukin tas deh.” Ucap Ajeng dalam hati dengan perasaan cemas.
“Mana neng, Ibu ningali pancenna!” Ucap bu Lia pada Ajeng.
“Maaf ibu, bukune di lap.” Ucap Ajeng dengan nada gugup.
“Di lap? hartosnya naon neng?” Tanya bu Lia pada Ajeng.
“Bahasa Sundanya lupa, kan di lap Bu?” Ucap Ajeng pada gurunya itu.
“Hilap!! Ajeng Cahyaningrum!!” seru seluruh kelas sembari menertawakan Ajeng.
Sontak hal ini membuat Ajeng tersipu malu. Sudah tak bawa PR karena lupa ditambah lagi ditertawakan seluruh kelas karena salah sebut. Memang ada-ada saja anak gadis ini.
Tidak hanya berakhir disini saja permasalahan Ajeng. Ketika bel pergantian pelajaran berbunyi, ada satu hal lagi yang Ajeng lupakan. Apakah itu??
“AMPUUNN GUSTI, BUKU BAHASA INGGRIS NE LUPAA!!”
Terulang lagi, setelah buku Bahasa Sunda yang tertinggal kini bagian buku Bahasa Inggris yang Ajeng tinggalkan pula. Paling parahnya, hari ini adalah jadwal ulangan harian yang mana tiap siswa harus mengumpulkan buku catatan mereka masing-masing.
“apes maning-apes maning, dina kiin apes pisan. Maning-maning garep disiplin, tangi isuk ambiran bli keawanan maning.”
Wah, ternyata kurang disiplin dalam hal waktu ataupun perbuatan dampaknya bisa besar banget ya? Kasian Ajeng. Kira-kira kita mau ngga ya jadi seperti Ajeng apes karena kurang disiplin?? Pastinya ngga dong. Jadi, ayo kita budayakan untuk menanamkan rasa disiplin pada diri kita. Karena jika bukan kita siapa lagi yang merubah diri kita sendiri??
SELESAI
Pengarang :
Tiara Kencana
X AKL